29 Mei 2008 |
Sandekala, Reformasi di Pentas Teater |
 29 Mei 2008 - 14:5 WIB
Rosmi Julitasari S
Aki, penjaga (kuncen) hutan keramat di Kawali, gelisah. Kenaikan harga BBM, demonstrasi mahasiswa, pergantian pemimpin, pemanasan global, sampai pemecatan cucunya, Bagus Magenda, yang wartawan begitu meresahkan hatinya. Di tengah kegalauan hati, ia ungkapkan kelelahannya menjaga hutan keramat. Lelah menghadapi jiwa-jiwa serakah yang begitu ingin mengeksploitasi kemurnian hutan keramat yang diamanatkan untuk tetap dijaganya.
Kelelahan sang Aki mencapai puncak. Namun justru di saat itu datang beberapa kaki tangan Camat yang memaksa mengambil kayu dari hutan keramat tanpa mengindahkan - apalagi menghormati - wewenang Aki sebagai kuncen tempat itu.
Potongan cerita itu menjadi titik awal pementasan teater Sandekala pada 23-24 Mei 2008 di Gedung Kesenian Rumentang Siang, Bandung. Lakon itu dimainkan Teater Main pimpinan Wawan Sowfan yang juga sutradara dan penulis naskah lakon ini.
"Pementasan ini mengungkapkan semua permasalahan yang dihadapi rakyat di kelas bawah. Mungkin bagi sebagian orang uang sebesar 60 ribu rupiah tidak berarti apa-apa, tapi bagi mereka yang berada di lapisan ekonomi paling bawah, uang itu bisa berarti jauh," ujar Wawan Sofwan.
Pernyataan ini merujuk pada tokoh Dadang, tukang ojek yang ngotot tidak mau membayar uang keamanan Rp 60 ribu rupiah kepada preman setempat. Dadang kemudian bergabung dengan tukang ojek lain yang bergabung dengan mahasiswa, pemuka agama setempat, dan - tentu saja - Bagus Magenda. Mereka bersatu memprotes petinggi kecamatan yang bersikeras mengadakan pasar malam. Kesulitan ekonomi yang kian menjepit, ditambah pasar malam yang diadakan berdekatan dengan sarana ibadah, rumah sakit, dan sekolah, membuat warga berkeberatan terhadap pasar malam tersebut.
Warga protes, namun Suroto, Camat Kawali, jalan terus. Ia tidak peduli meski Dewi, anak perempuannya, terus memprotes. Dewi bahkan bergabung dengan warga yang memprotes kebijakan Suroto.
Korupsi yang dilakukan Camat Suroto menjadi sorotan cerita dalam pementasan teater berbahasa Sunda ini. Korupsi pula yang menjadi pangkal permasalahan cerita. Suroto memerintah Kecamatan Kawali dengan sewenang-wenang dan penuh praktik korupsi. Ia berkolusi dengan pemilik toko bahan bangunan untuk proyek pembangunan sarana olah raga supaya bisa mendapatkan untung besar - yang tentu saja masuk ke kantong pribadi. Dan seperti yang terjadi di awal cerita, ia memerintahkan bawahannya untuk menebang pohon keramat di hutan.
Konflik terus berkembang dan semakin menajam. Seorang warga begitu vokal memprotes kesewenang-wenangan Camat hilang - diduga diculik oleh aparat setempat, sementara yang lain diburu untuk ditangkap. Mereka yang diburu lari bersembunyi di hutan keramat, tempat yang justru menjadi ladang pembantaian mereka.
Cerita kemudian berujung pada penembakan para aktivis warga yang bersembunyi di hutan. Dengan cerdas Wawan Sofwan menggambarkan pertumpahan darah melalui air berwarna merah yang dikucurkan oleh sosok perempuan misterius.
Teater Sandekala mementaskan cerita yang merujuk pada masa reformasi 1998 dan diambil dari novel berjudul sama karya Godi Suwarna, sastrawan Sunda. Berkat novel Sandekala, Godi Suwarna meraih penghargaan Rancage tahun 2008, penghargaan tahunan yang diberikan untuk sastra Sunda, Jawa, dan Bali.
Pementasan teater berbahasa Sunda di tanah Pasundan semestinya menjadi hal yang menarik, apalagi mengangkat tema korupsi dan lingkungan. "Namun sepertinya masyarakat Bandung kurang apresiatif terhadap pementasan teater. Gedung Kesenian Rumentang Siang tidak pernah terisi penuh hingga pertunjukan terakhir," kata Andi K Yuwono, produser pementasan teater ini.
Terlepas dari berbagai kendala dan kekurangan di sana-sini, teater ini berhasil mengingatkan kembali pada reformasi yang bergolak 10 tahun lalu. Masih ada setumpuk pekerjaan rumah yang harus diselesaikan bangsa ini. Penanggulangan kemiskinan, taktik ekonomi untuk mencegah kenaikan harga kebutuhan pokok, pencegahan dan pemberantasan berbagai bentuk praktik korupsi, serta penerimaan berbagai pendapat dan kritik sebagai konsekuensi atas perwujudan demokrasi, masih sering dirnafikan, meski satu dekade telah lewat. "Semoga pementasan teater ini mengingatkan kembali masyarakat Indonesia pada peristiwa reformasi 1998," kata Wawan Sofwan.
Lakon Sandekala akan dipentaskan kembali di Graha Bakti Budaya Taman Ismail Marzuki, 22-23 Juli 2008. Di ibu kota negara Sandekala akan dipentaskan bahasa Sunda dan bahasa Indonesia. (E4)
Sumber: VHRmedia.com - foto: Ida Widaningsih |
oleh Pementasan Teater Sandekala @ 6:30 PM;
 |
|
|
|
TENTANG KAMI |

Pementasan Teater Sandekala
Tentang Kami:
Profil Lengkap
|
KEGIATAN |
PEMENTASAN TEATER:
Bandung
23 - 24 Mei 2008 pukul 13.00 WIB (pelajar) dan 20.00 WIB (umum)
Tempat: Gedung Kesenian Rumentang Siang Jalan Baranang Siang no.1 Bandung.
Jakarta
22 Juli 2008 berbahasa Indonesia pukul 14.00 WIB (pelajar) dan 20.00 WIB (umum)
23 Juli 2008 hanya pukul 20.00 berbahasa Sunda
Tempat: Graha Bhakti Budaya - TIM, Jakarta
DISKUSI PUBLIK:
Bandung
22 Mei 2008, pukul 10.00 WIB
Tempat: Gedung Indonesia Menggugat (eks Landraad) Jl Perintis Kemerdekaan, Bandung.
Jakarta
22 Juli 2008 Khusus Pelajar SMU, pukul 16.00 WIB setelah pementasan
Tempat: Graha Bhakti Budaya - TIM Jakarta
|
PENYELENGGARA |
DISELENGGARAKAN OLEH:
Indonesian Corruption Watch, Mainteater, Perkumpulan Seni Indonesia, WALHI
Produser Eksekutif: Chalid Muhammad, Danang Widoyoko, FX. Rudy Gunawan
dan DIDUKUNG OLEH:
ELSAM, INFID, Forum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat - Bandung, Forum Diskusi Wartawan Bandung, Perkumpulan Praxis
Untuk kontak silahkan hubungi:
Produser Andi K. Yuwono [0811182301] Wawan Sofwan [081321344618]
Pimpinan Produksi Zhu Khie Thian [081395281713]
Media Relations Agung Yudha [0811870064] R. Waluya Jati [0818854099]
Atau ke alamat sekretariat
Jl. Salemba Tengah No. 39-BB Jakarta 10440-Indonesia Telp (021) 3156907, 3156908 Fax (021) 3900810 mobile 0811182301 email: sandekala@gmail.com
|
ARTIKEL SEBELUMNYA |
|
ARSIP |
|
KOLOM SAPA |
ShoutMix
|
JARINGAN KERJA |
|
MEDIA PARTNER |
|
PENYANDANG DANA |
|
STATISTIK |
|
|